Jakarta, CNBC Indonesia – Indonesian Petroleum Association (IPA) menaruh harapan besar terhadap Presiden pengganti Joko Widodo, terutama untuk menggairahkan industri hulu migas di Indonesia.

Direktur Eksekutif IPA Marjolijn Wajong berharap dengan terpilihnya Prabowo Subianto sebagai Presiden dapat mempertahankan iklim investasi hulu migas yang saat ini terlihat mulai membaik.

“Kami berharap dengan transisi yang smooth maka apa yang sudah kita capai saat ini, kalau saya lihat banyak kemajuan. Ini bisa diteruskan makanya jangan ganggu dulu beliau biar ada transisi yang bagus,” kata dalam Press Conference Road to IPA Convex 2024, Selasa (7/5/2024).

Sementara itu, Ketua Panitia IPA Convex 2024, Krishna Ismaputra mengatakan bahwa secara umum iklim investasi hulu migas di Indonesia dari tahun ke tahun terus membaik.

Menurut dia, keberadaan industri hulu migas di Indonesia cukup penting dalam memastikan ketersediaan energi (energy security) di era transisi energi.

“Kita bangsa besar, punya target Indonesia emas 2045, untuk mencapai itu butuh pertumbuhan ekonomi, ketersediaan energi, kita harus berhati-hati, jadi industri migas bisa jadi backbone,” ujarnya.

Sebelumnya, Akademisi Ekonomi Energi dari Universitas Pertamina Rinto Pudyantoro berharap agar pemerintahan selanjutnya dapat menggairahkan iklim investasi hulu migas RI.

Menurut Rinto kalaupun hal tersebut sulit untuk dilakukan, paling tidak pemerintahan baru jangan membuat keributan hingga lima tahun ke depan. Keributan yang dimaksud misalnya dengan menerapkan sistem Kontrak Bagi Hasil (Production Cost Sharing/PSC) baru seperti model Gross Split.

“Usul saya satu pemerintahan baru jangan bikin keributan. Sehingga membuat investor berpikir ulang. Kalau sudah ribut semuanya berhenti semua. Minimal relaksasi lah jangan macam-macam, jangan bikin PSC gross split baru lagi,” kata dia.

Rinto menilai sah-sah saja sebetulnya bagi pemerintahan baru dalam membuat kebijakan terkait sektor hulu migas RI, asalkan itu berdampak positif. Namun apabila sebaliknya, ia menyarankan agar waktu lima tahun dikerjakan untuk memperbaiki persoalan yang ada di industri migas.

“Misalnya perijinan kok susah sekali, komersialisasi butuh waktu panjang kenapa kok di Petronas di Malaysia 2-3 tahun selesai, kalau di sini 7 tahun. Itu dulu dikerjain sementara jangan bikin ribut,” katanya.

Semula, Rinto mengungkapkan bahwa sektor hulu migas RI sempat mengalami kejayaan di tahun 1971 ‘an. Pada periode tersebut, pengusahaan hulu migas yang tertuang di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 mempunyai penerapan sistem kontrak yang cukup menarik bagi para investor.

Misalnya, pemberlakuan lex specialis pada aturan perpajakan, dimana terdapat prinsip Uniformity serta Assumed & discharged. Namun sejak UU Migas direvisi, kedua hal tersebut dihilangkan di dalam kontrak kerja sama migas RI.

Karena itu, ia pun berharap kepada pemerintahan selanjutnya dapat mengembalikan sistem kontrak seperti yang ada di Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971.

“Kalau saya usulkan begini, karena fiskal bisa dikendalikan pemerintah maka kembalikan saja PSC paling awal. Kalau pemerintah mau, pertanyaannya mau gak? Jawabannya pasti nggak. Ya mudah-mudahan saja mau,” kata dia.

[Gambas:Video CNBC]



Artikel Selanjutnya


Penampakan Prabowo ‘Sebar’ 5 Pesawat Baru Buat TNI


(pgr/pgr)




Source link

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *